Kabur
Kabur. Itulah kata yang tepat bagi ulah Fay kemarin. Padahal, pintu besi halaman depan biasanya digembok. Sebelumnya, Fay minta jajan ke warung, lalu saya kabulkan. Ia mengambil sebuah permen karet seharga Rp 500. Sesampainya di rumah, saya pikir Fay "sudah aman". Saya asyik memotong rumput di halaman tanpa mengunci pintu kembali. Ternyata, Fay pergi ke luar. Saya pikir, "paling pergi ke warung lagi" (jaraknya hanya 20 meteran dari rumah, di balik belokan).
Ternyata, Fay tidak ada di sana. Saya telusuri sambil tanya-tanya pada orang di kompleks, ternyata Fay mengarah ke jalan raya. Saya terus berjalan, dan terus bertanya, ternyata Fay sudah berjalan jauh ke arah sekolahnya (hampir 1 km dari kompleks). Saya lalu nyegat mobil angkot. Ternyata Fay ketahuan berada di mana coba?
Di depan warung soto dekat Kelurahan Sasak Panjang, jauh melewati sekolahnya. Saya tarik pulang, dia nggak mau. Malah dia ngotot menuju jalan pintas ke Citayam, melewati jalan kampung. Setelah saya paksa-paksa, sampai juga kami di rumah, dalam keadaan badan cape, kaki pegel, telapak kaki sakit karena jepitan sandal jepitnya, dan sandal berlepotan lumpur tanah merah. Fay sendiri santai-santai saja, tak ada tanda-tanda kecapean sama sekali. Saya kesaaaal! Akhirnya kirim SMS ke ayahnya supaya mengontak ke rumah.
Entah bagaimana Fay bisa sampai ke tempat sejauh itu bagi anak seusianya (apalagi dia belum bisa ditanya atau dibilangin). Menurut ibu-ibu di pinggir jalan, anak itu terus berlari. Biasanya dia tak pernah mempedulikan (dan memang belum tahu) kendaraan yang melintas. Meski jalan kampung, di sana kan sering melintas angkot dan sepeda motor.
Kejadian ini bukan sekali ini saja. Awal tahun ini, sewaktu Fay masih terapi di RSCM, Fay pernah lepas dari pegangan saya, lalu kabur entah ke mana. Bisa dibayangkan RSCM ramainya seperti apa, juga lalulintas di depannya (Jalan Diponegoro). Saya telusuri jalan menuju Stasiun Cikini, karena rute pulang memang ke sana. Biasanya, sebelum naik KRL di stasiun, kami suka mampir ke Hero Megaria. Saya masuk ke Hero, berkeliling, tapi Fay nggak ada di sana. Pas keluar dari Hero, muncullah Fay dari arah RSCM, entah dari mana dulu. Maklum, Fay kan belum bisa ditanya. Kemungkinan, Fay berputar-putar dulu di sekitar RSCM, lalu ke Hero menyusuri trotoar. Padahal, di depan LBH dekat jembatan Ciliwung, ada persimpangan. Fay biasanya menyeberang tanpa melihat kiri-kanan dulu. Alhamdulillah, Fay ketemu dengan selamat.
Kejadian lainnya, baru-baru ini, di rumah neneknya di Penggilingan, Jaktim, Fay juga kabur ke warung sekitar 10 meter dari rumah. Kebetulan letaknya sejajar dengan rumah. Tapi bisa dibayangkan, betapa ramainya jalan Penggilingan-Simpang Tiga sekarang. (Padahal, di tempat sama, persis di depan rumah, sekitar tiga tahun lalu, Fay pernah lepas dari pengawasan, lalu loncat-loncat di tengah jalan. Alhamdulillah, sebelum ada kendaraan melintas, Maman, tukang cukur yang bekerja di sana segera menariknya ke tepi).
Memang, kami selalu menerapkan "waskat" (pengawasan melekat) pada Fay; ke mana pun, di mana pun selama 24 jam, Fay selalu kami awasi. Di tempat ramai (mal, misalnya) tangannya selalu kami berdua pegang. Anak satu, diawasi kami berdua, masih kewalahan juga. Kecuali tentunya, selagi tidur. (Berbeda dengan menjaga anak normal, satu ibu bisa membawa empat anak sekaligus jalan-jalan). Tapi kami bukanlah malaikat, sekali-kali lalai atau mata lepas dari Fay, sehingga larilah Fay --yang kadang-kadang terjadi tanpa diduga. Wallahu alam.
Ternyata, Fay tidak ada di sana. Saya telusuri sambil tanya-tanya pada orang di kompleks, ternyata Fay mengarah ke jalan raya. Saya terus berjalan, dan terus bertanya, ternyata Fay sudah berjalan jauh ke arah sekolahnya (hampir 1 km dari kompleks). Saya lalu nyegat mobil angkot. Ternyata Fay ketahuan berada di mana coba?
Di depan warung soto dekat Kelurahan Sasak Panjang, jauh melewati sekolahnya. Saya tarik pulang, dia nggak mau. Malah dia ngotot menuju jalan pintas ke Citayam, melewati jalan kampung. Setelah saya paksa-paksa, sampai juga kami di rumah, dalam keadaan badan cape, kaki pegel, telapak kaki sakit karena jepitan sandal jepitnya, dan sandal berlepotan lumpur tanah merah. Fay sendiri santai-santai saja, tak ada tanda-tanda kecapean sama sekali. Saya kesaaaal! Akhirnya kirim SMS ke ayahnya supaya mengontak ke rumah.
Entah bagaimana Fay bisa sampai ke tempat sejauh itu bagi anak seusianya (apalagi dia belum bisa ditanya atau dibilangin). Menurut ibu-ibu di pinggir jalan, anak itu terus berlari. Biasanya dia tak pernah mempedulikan (dan memang belum tahu) kendaraan yang melintas. Meski jalan kampung, di sana kan sering melintas angkot dan sepeda motor.
Kejadian ini bukan sekali ini saja. Awal tahun ini, sewaktu Fay masih terapi di RSCM, Fay pernah lepas dari pegangan saya, lalu kabur entah ke mana. Bisa dibayangkan RSCM ramainya seperti apa, juga lalulintas di depannya (Jalan Diponegoro). Saya telusuri jalan menuju Stasiun Cikini, karena rute pulang memang ke sana. Biasanya, sebelum naik KRL di stasiun, kami suka mampir ke Hero Megaria. Saya masuk ke Hero, berkeliling, tapi Fay nggak ada di sana. Pas keluar dari Hero, muncullah Fay dari arah RSCM, entah dari mana dulu. Maklum, Fay kan belum bisa ditanya. Kemungkinan, Fay berputar-putar dulu di sekitar RSCM, lalu ke Hero menyusuri trotoar. Padahal, di depan LBH dekat jembatan Ciliwung, ada persimpangan. Fay biasanya menyeberang tanpa melihat kiri-kanan dulu. Alhamdulillah, Fay ketemu dengan selamat.
Kejadian lainnya, baru-baru ini, di rumah neneknya di Penggilingan, Jaktim, Fay juga kabur ke warung sekitar 10 meter dari rumah. Kebetulan letaknya sejajar dengan rumah. Tapi bisa dibayangkan, betapa ramainya jalan Penggilingan-Simpang Tiga sekarang. (Padahal, di tempat sama, persis di depan rumah, sekitar tiga tahun lalu, Fay pernah lepas dari pengawasan, lalu loncat-loncat di tengah jalan. Alhamdulillah, sebelum ada kendaraan melintas, Maman, tukang cukur yang bekerja di sana segera menariknya ke tepi).
Memang, kami selalu menerapkan "waskat" (pengawasan melekat) pada Fay; ke mana pun, di mana pun selama 24 jam, Fay selalu kami awasi. Di tempat ramai (mal, misalnya) tangannya selalu kami berdua pegang. Anak satu, diawasi kami berdua, masih kewalahan juga. Kecuali tentunya, selagi tidur. (Berbeda dengan menjaga anak normal, satu ibu bisa membawa empat anak sekaligus jalan-jalan). Tapi kami bukanlah malaikat, sekali-kali lalai atau mata lepas dari Fay, sehingga larilah Fay --yang kadang-kadang terjadi tanpa diduga. Wallahu alam.
1 Comments:
At 4:53 PM, Anonymous said…
waduh..mbak fay ati ati ya..jangan ngilang lagi..ntar mama efin bingung...baik baik ya nak ..
btw..mba fay bener eui..bukan sebuah ya..tapi seekor :D..hihihihihihi..makasih ya nak :)
*)Tante Iin
Post a Comment
<< Home