Sihir Itu Bernama Salon...
Hari ini (Senin, 12/12), aku berencananya memotong rambut yang sudah
tak beraturan bentuknya dan suka rontok kala disisir. Tapi aku belum
berencana mengajak Fay potong rambut hari ini, meski rambut Fay juga
sudah panjang tak beraturan. Ini akibat "kreativitasnya" memotong
rambut sendiri dengan gunting atau pisau.
Jadi sebelum menjemput Fay, aku mampir ke salon langganan Fay. Waktu aku datang, ada seorang pelanggan yang sedang dipotong rambutnya. Katanya cuma dia saja, jadi aku mau menunggu.
Ternyata, ibu dari pelanggan itu, yang menunggu, mau dipotong juga. Karena takut terlambat menjemput Fay di sekolah, aku batalkan saja rencana potong rambutnya. Aku langsung mencegat angkot 05 dan bergegas ke sekolah Fay.
Tiba di sekolah Fay jam menunjukkan pukul 14.00, waktunya pulang. Aku menunggu di halaman sekolah. Agak lama, Fay belum keluar juga. Yang keluar malah Indah, teman Fay yang paling care sama Fay. Dia mengadu, katanya Fay nggak mau pulang.
Ketika aku cek, benar saja, Fay mogok, dan sedang dibujuk gurunya. Ia terus menerus memegangi mouse komputer, sementara Bu Yuyun, guru pendampingnya, mencoba mematikan komputer. Rupanya, Fay tengah asik main komputer sampai menolak pulang.
Melihat gelagat Fay bakal sulit diajak pulang, seperti yang sudah-sudah, aku langsung berinisiatif mengajak Fay memotong rambut --sebuah kegiatan yang sudah sangat ditunggu-tunggunya.
"Fay, ke salon yuk?" ajakku. Bagaikan terkena sihir, seketika itu juga Fay menghentikan aksi mogoknya, melepaskan mouse, dan beranjak meninggalkan komputer sambil menjawab, "Iya!"
Semua orang yang menyaksikan reaksi dramatis Fay, menjadi tercengang. Bahkan ada yang mulutnya melongo sampai lupa mengatupkannya. Mungkin saking takjubnya, karena beberapa menit lalu orang-orang begitu sulitnya membujuk Fay. Ia bisa melunak seketika hanya dengan ajakan ke salon.
Setelah itu, Fay tidak sulit dipersiapkan untuk pulang; membereskan buku lalu keluar ruangan, setelah berpamitan dulu pada guru-gurunya. Sebelum memakai sepatu, aku sekali lagi ambil kesempatan, "Fay, kita naik angkot ya? Ke salon tidak naik kereta*, naik angkot saja!" bujukku. Dan Fay mengiyakan saja. Yippie! Alamat tiba di rumah masih sempat nonton K-Drama di Indosiar.
*) Biasanya, dari Terminal Depok, Fay menolak naik angkot 05 menuju Citayam. Dia inginnya naik KRL, padahal jaraknya dekat, cuma melewati satu stasiun (Depok). Lagi pula, menunggu kereta itu biasanya lama sekali.
Jadi sebelum menjemput Fay, aku mampir ke salon langganan Fay. Waktu aku datang, ada seorang pelanggan yang sedang dipotong rambutnya. Katanya cuma dia saja, jadi aku mau menunggu.
Ternyata, ibu dari pelanggan itu, yang menunggu, mau dipotong juga. Karena takut terlambat menjemput Fay di sekolah, aku batalkan saja rencana potong rambutnya. Aku langsung mencegat angkot 05 dan bergegas ke sekolah Fay.
Tiba di sekolah Fay jam menunjukkan pukul 14.00, waktunya pulang. Aku menunggu di halaman sekolah. Agak lama, Fay belum keluar juga. Yang keluar malah Indah, teman Fay yang paling care sama Fay. Dia mengadu, katanya Fay nggak mau pulang.
Ketika aku cek, benar saja, Fay mogok, dan sedang dibujuk gurunya. Ia terus menerus memegangi mouse komputer, sementara Bu Yuyun, guru pendampingnya, mencoba mematikan komputer. Rupanya, Fay tengah asik main komputer sampai menolak pulang.
Melihat gelagat Fay bakal sulit diajak pulang, seperti yang sudah-sudah, aku langsung berinisiatif mengajak Fay memotong rambut --sebuah kegiatan yang sudah sangat ditunggu-tunggunya.
"Fay, ke salon yuk?" ajakku. Bagaikan terkena sihir, seketika itu juga Fay menghentikan aksi mogoknya, melepaskan mouse, dan beranjak meninggalkan komputer sambil menjawab, "Iya!"
Semua orang yang menyaksikan reaksi dramatis Fay, menjadi tercengang. Bahkan ada yang mulutnya melongo sampai lupa mengatupkannya. Mungkin saking takjubnya, karena beberapa menit lalu orang-orang begitu sulitnya membujuk Fay. Ia bisa melunak seketika hanya dengan ajakan ke salon.
Setelah itu, Fay tidak sulit dipersiapkan untuk pulang; membereskan buku lalu keluar ruangan, setelah berpamitan dulu pada guru-gurunya. Sebelum memakai sepatu, aku sekali lagi ambil kesempatan, "Fay, kita naik angkot ya? Ke salon tidak naik kereta*, naik angkot saja!" bujukku. Dan Fay mengiyakan saja. Yippie! Alamat tiba di rumah masih sempat nonton K-Drama di Indosiar.
*) Biasanya, dari Terminal Depok, Fay menolak naik angkot 05 menuju Citayam. Dia inginnya naik KRL, padahal jaraknya dekat, cuma melewati satu stasiun (Depok). Lagi pula, menunggu kereta itu biasanya lama sekali.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home