TV Tuner
Sudah
lamaaaaaaaaa sekali kami tidak memiliki TV. Entah sudah berapa tahun
lamanya. Dulunya sih kami punya TV merk Sonny 17", hadiah dari uwanya
Fay.
Suatu hari TV itu rusak dan kami membiarkannya teronggok begitu saja. Kami sengaja tak memperbaikinya karena waktu itu TV mempengaruhi kosa kata Fay --yang baru belajar bicara. Kosa katanya hanya kata-kata di iklan TV. Praktis, selama bertahun-tahun kami tak punya TV. Fay cuma bisa nonton TV kalau ke rumah Apih atau Uwa, atau Nenek dan Kakek di Majalaya. Meski begitu, kata-kata iklan Fay (misalnya: "Gak ada loe gak rame.") tetap saja diocehkannya.
Lama-lama aku haus hiburan juga, dan kebetulan bos suamiku meminjamkan TV tunernya (alat yang bisa "menyulap" monitor komputer menjadi televisi) yang sudah tidak baru lagi. Kami simpan di kamar kami dan menyetelnya kalau Fay sudah terlelap atau di sekolah. Tapi, ya ketahuan juga oleh Fay. Akhirnya Fay nonton juga sampai TV tuner itu rusak juga.
Lamaaaaaaaaaa juga setelah itu di rumah kami tak ada TV lagi. Nah menjelang Ramadan kemarin ini aku bilang ke suami kalau bulan puasa di Sasakpanjang susah kalau tak ada TV. Pasalnya muadzin di masjid kami suka-suka aja adzannya kalau bulan puasa. Biasanya adzannya telat banget. Mungkin sebelum adzan mereka makan dulu. Bukan cuma minum dulu (membatalkan puasa), azan, baru makan. Mungkin karena mereka pikir semua orang punya TV, adzan di masjid cuma formalitas saja.
Tadi siang, setiba kami di Sasakpanjang, entah mengapa Fay mulai mengoprek-oprek monitor komputer (juga hadiah dari uwanya Fay) yang lama tak dipakai karena hardisk-nya rusak (siapa lagi yang mengacak-acak sistemnya dan mendelete data-datanya, kalau bukan dia sendiri).
Aku peringatkan berulang-ulang agar Fay tidak "menyentuh" monitor itu, agar nanti ketika ayah beli TV tuner baru, monitor itu bisa digunakan lagi dan kita bisa nonton TV. Tapi tetap saja Fay mencuri-curi usaha.
Sekitar jam 3-an suami meng-SMS, katanya dia sudah beli TV tuner. Aku kabarkan ke Fay, bahwa ayahnya beli tuner, dan nanti Fay bisa nonton TV lagi di rumah. Fay tertawa gembira.
Setelah ashar, Fay ke kamarku tempat monitor itu berada. Monitor itu diletakkan di atas meja setinggi satu meter. Sedangkan aku ke dapur untuk menyiapkan buka pusa.
Selagi aku mengiris bawang, terdengar sesuatu yang berat digeser, suaranya mendecit. Aku segera bergegas ke kamar, terlihat Fay sedang berusaha menjatuhkan monitor itu. Persis seperti yang dilakukannya dulu terhadap TV rusak kami. Bedanya, dulu TV itu memang sudah rusak dan TV dijatuhkan dari atas meja di ruang tamu.
Waduh! Fay, ayah sudah beli TV tuner, monitornya jangan dirusak biar Fay bisa nonton TV lagi. Kalau monitor itu dirusak, TV tuner yang dibeli ayah percuma saja!
Dibilangin gitu jawabnya sih iya-iya, tapi gak tau tuh beneran atau asal jawab saja. Dan aku tak tenang meninggalkaan Fay di kamarku sendirian. Eh di manapun Fay gak bisa ditinggalkan sendirian ding. Apa pun bisa dilakukannya. hiks...
Suatu hari TV itu rusak dan kami membiarkannya teronggok begitu saja. Kami sengaja tak memperbaikinya karena waktu itu TV mempengaruhi kosa kata Fay --yang baru belajar bicara. Kosa katanya hanya kata-kata di iklan TV. Praktis, selama bertahun-tahun kami tak punya TV. Fay cuma bisa nonton TV kalau ke rumah Apih atau Uwa, atau Nenek dan Kakek di Majalaya. Meski begitu, kata-kata iklan Fay (misalnya: "Gak ada loe gak rame.") tetap saja diocehkannya.
Lama-lama aku haus hiburan juga, dan kebetulan bos suamiku meminjamkan TV tunernya (alat yang bisa "menyulap" monitor komputer menjadi televisi) yang sudah tidak baru lagi. Kami simpan di kamar kami dan menyetelnya kalau Fay sudah terlelap atau di sekolah. Tapi, ya ketahuan juga oleh Fay. Akhirnya Fay nonton juga sampai TV tuner itu rusak juga.
Lamaaaaaaaaaa juga setelah itu di rumah kami tak ada TV lagi. Nah menjelang Ramadan kemarin ini aku bilang ke suami kalau bulan puasa di Sasakpanjang susah kalau tak ada TV. Pasalnya muadzin di masjid kami suka-suka aja adzannya kalau bulan puasa. Biasanya adzannya telat banget. Mungkin sebelum adzan mereka makan dulu. Bukan cuma minum dulu (membatalkan puasa), azan, baru makan. Mungkin karena mereka pikir semua orang punya TV, adzan di masjid cuma formalitas saja.
Tadi siang, setiba kami di Sasakpanjang, entah mengapa Fay mulai mengoprek-oprek monitor komputer (juga hadiah dari uwanya Fay) yang lama tak dipakai karena hardisk-nya rusak (siapa lagi yang mengacak-acak sistemnya dan mendelete data-datanya, kalau bukan dia sendiri).
Aku peringatkan berulang-ulang agar Fay tidak "menyentuh" monitor itu, agar nanti ketika ayah beli TV tuner baru, monitor itu bisa digunakan lagi dan kita bisa nonton TV. Tapi tetap saja Fay mencuri-curi usaha.
Sekitar jam 3-an suami meng-SMS, katanya dia sudah beli TV tuner. Aku kabarkan ke Fay, bahwa ayahnya beli tuner, dan nanti Fay bisa nonton TV lagi di rumah. Fay tertawa gembira.
Setelah ashar, Fay ke kamarku tempat monitor itu berada. Monitor itu diletakkan di atas meja setinggi satu meter. Sedangkan aku ke dapur untuk menyiapkan buka pusa.
Selagi aku mengiris bawang, terdengar sesuatu yang berat digeser, suaranya mendecit. Aku segera bergegas ke kamar, terlihat Fay sedang berusaha menjatuhkan monitor itu. Persis seperti yang dilakukannya dulu terhadap TV rusak kami. Bedanya, dulu TV itu memang sudah rusak dan TV dijatuhkan dari atas meja di ruang tamu.
Waduh! Fay, ayah sudah beli TV tuner, monitornya jangan dirusak biar Fay bisa nonton TV lagi. Kalau monitor itu dirusak, TV tuner yang dibeli ayah percuma saja!
Dibilangin gitu jawabnya sih iya-iya, tapi gak tau tuh beneran atau asal jawab saja. Dan aku tak tenang meninggalkaan Fay di kamarku sendirian. Eh di manapun Fay gak bisa ditinggalkan sendirian ding. Apa pun bisa dilakukannya. hiks...
0 Comments:
Post a Comment
<< Home