Amazing Fay

Catatan Harian Fairuz Khairunnisa'

Tuesday, April 26, 2005

Diperiksa Gol Darah

Fay tadi pagi diperiksa golongan darahnya. Berbeda dengan waktu diambil sampel darah oleh Dokter Ika (untuk tes alergi), kali ini Fay ngamuk, sehingga perlu tangan kuat ayahnya untuk menahan rontaannya. Padahal, alat yang digunakan sama, jarum khusus untuk mengambil sampel darah (yang tak tampak jarumnya).

Setelah pengambilan sampel darah yang heboh, akhirnya didapat hasil, Fay golongan darahnya A, sama dengan ayahnya. Padahal, saya yakin, golongan darah Fay O, sama dengan saya. Ini pula yang membuat kami sepakat agar Fay melakukan tes darah secara lebih akurat.

Sewaktu Fay dilahirkan tujuh tahun lalu di RS Islam Jakarta, Fay sebenarnya sudah dites darah. Kata ayahnya (yang melihat di Surat Keterangan Lahir), Fay golongan darahnya A. Sedangkan saya mendengar sendiri dari suster bahwa golongan darah Fay O. Itu pula yang menyebabkan Fay sempat kuning, pada hari-hari pertama kelahirannya. Karena golongan darahnya O, sama dengan ibunya.

O ya, perlunya menentukan golongan darah ini untuk keperluan data sekolah baru Fay, SDIT Ruhama. Menurut guru di Ruhama, mengetahui golongan darah murid sangat penting, sebagai langkah preventif saat terjadi tindakan medis darurat. Salah satunya, bila perlu transfusi darah segera.

Thursday, April 21, 2005

Ayah Bung Karno

Gatra cover Bung Karno(Gatra.com)Fay kadang-kadang tak terlalu serius kalau ditanya sesuatu. Bukannya tidak mengerti. Saya yakin, dia tahu, tapi ingin becanda saja. Masa, waktu ayahnya nanya (sambil menunjuk cover majalah Gatra bergambar Bung Karno), "ini siapa?", dia jawab, "ayah". Kami jadi ketawa dibuatnya.

Lalu ayahnya memberitahu Fay (yang memang belum tahu), bahwa gambar yang ada di majalah Gatra itu adalah B-U-N-G K-A-R-N-O. Kata ayahnya, "biarlah belum tahu siapa Bung Karno itu, yang penting, kalo ada gambar seperti itu lagi, itu adalah Bung Karno!" :D

***

Menggambari kertas masih jadi hobi Fay sekarang. Setelah jadi, gambar itu pun ditempelnya di pintu depan rumah. Sekarang, sudah ada dua gambar yang tertempel di pintu yang tampak dari jalan itu. Biarin dah! Biar Fay tetap kreatif, nggak usah banyak dilarang-larang. ;)

Monday, April 18, 2005

Rapi-rapi

Fay sekarang sudah bisa disuruh merapikan sprei kasurnya. Sifat perfeksionisnya membuat speri jadi licin seperti yang dilakukan ibunya. ;) Kalau lagi mau, begitu disodori sprei baru, ia lalu menggeser dan memanjat kasur busanya untuk kemudian dipasangi sprei. Setelah itu, baru bantal-guling yang dikasih "baju". O ya. Fay juga punya bantal dan guling kesayangan, yang dibeli waktu pergi ke Kebun Raya Cibodas beberapa bulan lalu. Bantalnya lucu. Warnanya merah menyala, bentuknya seperti buah strawberry. Sedangkan gulingnya, biasa-biasa saja.

Selain rapi-rapi tempat tidur, setiap selesai menggambar, misalnya, atau melakukan kegiatan lainnya, ia biasanya menyimpan kembali di tempat semula. Ada yang bergeser atau berpindah tempat, biasanya dia tahu, karena dia suka correct.

Tapi, urusan lap mengelap, dia rada² jorok. Kalau meleng sedikit, biasanya bajulah yang suka dipake ngelap, lagi pake seragam sekali pun. Jadi, kalau dia lagi makan atau ngemil, harus selalu siap dengan lap atau tisu. :D

Friday, April 15, 2005

Tersiram Air Mi

Entah kenapa, malam itu Fay minta dibikin mi instan kuah. Padahal dia sudah makan malam. Itu terjadi pas mati lampu. Saat makan mi sendiri, dengan diterangi cahaya lilin, tiba-tiba kuah mi itu tumpah mengenai paha kirinya. Fay pun menangis sambil mengibas-ngibaskan kakinya yang sakit.

Fay pun saya bawa ke kamar mandi. Celana panjang kaosnya dilepaskan, lukanya dicuci. Kurang begitu jelas, seberapa parah lukanya. Tapi dari temaram cahaya lilin, saya oles lukanya dengan Nutrimoist --produk CNI untuk obat luka, termasuk luka bakar.

Tak lama kemudian, Fay pun tertidur. Setelah lampu nyala, saya cek lukanya. Ternyata tak seberapa luas, hanya saja kulitnya sudah terkelupas seperti bekas garukan. Mungkin Fay sempat menggaruknya. Setiap saat, saya olesi kembali lukanya dengan Nutrimoist.

Alhamdulillah, sore ini Fay tak ada keluhan. Ia terpaksa tidak mengenakan celana dalam cawat, melainkan celana pendek kaos, karena garis karetnya persis mengenai lukanya. Mudah²an lukanya cepat kering.

Thursday, April 14, 2005

Diukur Baju

Fay tadi pagi diantar ayah & ibu ke SD Ruhama untuk diukur baju seragam. Rupanya, baju seragam di sana, dibikinkan oleh penjahit khusus, karena seragamnya pun khusus. :) Kata ibu yang mengukur, ukuran baju Fay terbilang panjang. Maksudnya, Fay termasuk tinggi badannya. Menurutnya, ada seorang anak lagi yang sama tingginya dengan Fay.

Di SD Ruhama, ternyata anak-anak kelas 1 sedang belajar di lapangan, dipandu Pak Ridu. Melihat Fay, spontan pak guru dan para muridnya melambaikan tangan seraya memanggil: "Faaaaay!" Fay, seperti biasa, cuek. Saya lalu mengarahkan mukanya ke arah murid-murid yang menyapanya. Fay pun membalasnya dengan tersenyum.

***

Di rumah, Fay sedang hobi menggambar di atas buku catatan ayahnya. Buku catatan itu bertuliskan "Gatra". Memang, buku catatan itu khusus untuk wartawan mencatat apa-apa yang akan diberitakan.

Saking semangatnya menggambar, sampai Fay baru tidur pukul 12 malam. Ayahnya yang menungguinya, sambil terkantuk-kantuk. Saya sudah nggak tahan ngantuk, tidur duluan. Bisa ditebak, pagi harinya Fay susah dibangunkan. :)

Friday, April 08, 2005

Belum Ngerti

Saya beberapa lama absen lagi mengisi blog ini. Baru saja semalam pulang dari Palabuhan Ratu, menengok ibu saya yang terbaring di rumah sakit, ada kabar duka; beliau meninggal Senin (4/4) pukul 10 pagi, beberapa saat sebelum pulang (karena kesehatannya dianggap sudah membaik oleh dokter). Innalillahi wa innailaihi roji'un. :(

Senin siang itu juga, kami kembali ke kota pinggir Samudera Hindia itu. Magrib kami, termasuk Fay, sampai di sana. Ternyata, Fay belum mengerti apa yang terjadi. Meski jenasah neneknya terbaring di rumah nenek saya di Palabuhan Ratu, Fay sama sekali tidak mengerti. Bahkan dia merengek-rengek ingin berada di dalam mobil, ketimbang di rumah yang dipenuhi sanak saudara itu. Mungkin dia gelisah melihat suasana duka, banyak orang menangis. Sewaktu saya menangis di pelukan salah seorang bibi, Fay menarik-narik lengan saya.

Tapi, sewaktu saya masih di rumah, dan menangis waktu mendengar kabar duka itu dari ayahnya Fay yang menelepon dari kantor, Fay mengusap air mata di pipi saya. Ia bilang: "minum, minum," seraya mengambilkan saya air minum.

Setelah tiba kembali di Jakarta (kami sementara menunggui kakeknya Fay hingga akhir pekan ini), Fay sepertinya mengerti bahwa neneknya sudah tidak ada. Jadi, kalau minta sesuatu, misalnya minta diantar jajan, ia mencari orang yang ada, seperti ayahnya atau omnya. Tapi, kalau ditanya: "Amih (sebutan buat neneknya) ke mana?" Fay diam saja tak menjawab.