Amazing Fay

Catatan Harian Fairuz Khairunnisa'

Monday, January 31, 2005

Pegang Ular

Fay Ahad kemarin diajak ke Kebun Binatang Ragunan. Di teras kandang berang-berang, tupai dan kucing hutan, orang-orang tampak berkerumun. Ternyata, ada orang (ayah dan anak balitanya) yang menyewakan ular sanca untuk berfoto.

Melihat ular sanca sepanjang kira-kira 3 meter dan perut sebesar kaleng cat 1 kilogram itu, Fay bukannya takut atau geli. Malah dia menerobos kerumunan dan memegang perut ular itu. Fay ketawa-ketawa memegang tubuh empuk reptil yang belitannya bisa meremukkan tulang itu. Tapi ular itu kalem saja.

Belum cukup, Fay memegang lagi bagian leher ular itu. Ternyata, Fay "mengincar" bagian kepalanya. Ya, Fay ingin sekali memegang kepala ular itu! Tapi, ayahnya cepat memegang tangan anak itu, sebab meski tampak jinak, tidak mustahil ular itu menggigit.

Ternyata, Fay berani memegang ular, padahal pada binatang berbulu (seperti kucing, kuda), Fay suka kegelian. Menurut ayahnya (saya sendiri tak berani megang), sisik ular itu halus sekali, kenyal seperti memegang karet. Ayahnya malah cerita, dulu dia pernah mengalungkan ular sanca di lehernya. Ular itu milik seorang tamu yang berkunjung ke kantornya mencari seseorang.

Wednesday, January 26, 2005

Kabur Lagi

Fay sudah sampai di rumah lagi, setelah ayahnya mengantarnya tadi pagi. Fay sudah aman lagi bersama kedua ortunya sekarang. Tapi, "bahaya" masih mengancam: kabur!

Entah keberapa kalinya Fay mencoba kabur dari rumah. Siang tadi, dia berhasil kabur lagi. Padahal, pintu pagar udah digembok.

Ceritanya, saya lagi nyuci di belakang, terus jemur pakaian. Saya pikir, Fay udah aman, karena pintu pagar besi (disebut "dora", kalau menurut bahasa daerah asal ayahnya) sudah dikunci. Tapi ada yang lupa, Fay sekarang udah pandai membuka gembok dengan kuncinya. Dan kuncinya, yang digabung dengan kunci pintu rumah, masih tergantung di pintu.

Setelah menjemur pakaian --agak lama juga sih-- saya cek Fay. Ternyata, pintu pagar sudah terbuka, dan Fay hilang! Saya cari ke dua warung terdekat, nggak ada. Tetangga di "bawah" (jalan komplek agak menurun) melambai-lambaikan tangannya memanggil saya. Ternyata, Fay ada di antara mereka (Bu Yoyon dan Bu Sentot). Alhamdulillah!

Kata Bu Yoyon, sewaktu melihat Fay lari sendirian melintas di depannya, Bu Sentot, tentangga sebelah rumahnya, segera mencekal tangan Fay. Cukup lama juga mereka memegang Fay sebelum memberitahu saya.

Entah mau ke mana Fay lari. Fay tidak ada capenya. Soalnya baru saja sampai dari Penggilingan, Jakarta Timur, setelah menempuh perjalanan sekitar 50 kilometer dengan sepeda motor. Sampai pantat rasanya sakit-sakit.

Menurut ayahnya --lewat telepon dari kantor-- sebaiknya tetangga di tiap ujung kompleks dimintai tolong, kalau melihat Fay berlari sendirian, segera "menangkapnya". Karena itu berati, Fay lagi kabur.

Tuesday, January 25, 2005

Minta Pulang

Fay ada-ada aja. Kemarin (Ahad) ngotot tak mau pulang. Tadi pagi, ketika kami jemput, maksa minta pulang.

Awalnya kemarin sore sekitar pukul 3, Fay mulai nangis minta pulang. Puncaknya malam, sampai jam 12-an. Dia bilang ke neneknya minta naik motor. Maksudnya, pulang ke Sasak Panjang, alias ingin ketemu ibunya.

Tapi, kini giliran kami yang tidak mengindahkan permintaannya, paksaannya. Masalahnya, selain masih cape karena saya baru saja tiba, hari masih hujan, dan ayahnya harus pergi ngantor. Meski dia nangis-nangis melihat ayahnya pergi ke kantor (dari Penggilingan) --ingin ikut sekalian pulang-- saya biarkan saja. Sekarang, Fay sudah tenang kembali di rumah neneknya. Soalnya ada ibunya sih.

Monday, January 24, 2005

Besok Dijemput

Ternyata, nggak sampai seminggu. Baru semalam, Fay sudah nangis. Pada Amih (nenek)-nya, dia minta tas untuk mengemasi pakaian-pakaiannya. Karena kewalahan menghadapi "amukan" Fay sekitar pukul tiga sore itu, Amih menelepon saya di rumah. Beliau minta supaya Fay dijemput saja besok.

Kata ayahnya, Fay baru ngeh sudah jauh dari orangtua (jarak rumah Amih-rumah kami, sekitar 50 km). Akhirnya, saya berencana, besok menjemput Fay di Jakarta.

Kalau diceritakan, polah Fay kemarin di rumah Amih, "seru" juga. Bayangkan saja, saya disuruh pake jaket dan helm. Demikian juga ayahnya. Lalu dia minta ayahnya mengeluarkan motor. Setelah kami siap di atas motor, Fay masuk dan pintu rumah ditutup keras-keras.

Saya bilang, "Yah, kita diusir".

Mogok Pulang

Sudah dua kali Fay mogok pulang dari rumah neneknya (Amih). Minggu lalu dan Ahad kemarin. Dia menolak meninggalkan kamar ketika kami ajak pulang. Bahkan dipaksa sekali pun. Dia teriak-teriak, lalu lari kembali ke kamar, menelungkup di kasur.

Kalau minggu lalu kami berhasil memaksanya menaiki motor (sebab kalau motornya sudah jalan, sudah "aman"), tapi Ahad kemarin, kami akhirnya menyerah. Berbagai cara sudah dicoba, mulai dari es krim, hingga bujukan untuk mampir di mal (yang paling disukainya).

Padahal, Senin ini kan Fay harus sekolah, besok terapi, bahkan ada evaluasi segala. Jumat, Fay juga harus konsultasi ke dokter di RSCM.

Tapi apa boleh buat, kekerasan hatinya mengalahkan kerasnya upaya kami "mengevakuasi" Fay. Setelah berembuk dengan Amih tentang kemungkinan Fay ditinggal di sini selama seminggu (dengan resiko, meninggalkan segala kegiatan di atas), akhirnya saya dan ayahnya Fay pulang berdua.

Sesampainya di rumah, kami menelepon, mengecek ke Penggilingan, barangkali Fay nangis ingin ikut. Ternyata, kata kakeknya (Apih), Fay baik-baik saja. Malah makannya banyak. Sudah mandi pula.

Mungkin, kata Amih, Fay kepengen refreshing. Ayahnya bilang, Fay mungkin jenuh berada di tengah ortunya --yang sering melarang ini-itu. Terus saya bilang, mungkin Fay sudah bosan meng-explore rumah kami yang mungil di Sasak Panjang. Sekarang, mau merambah Penggilingan. :)

Tuesday, January 18, 2005

Renang 2.100

Ahad kemarin, Fay kembali diajak berenang. Karena Fay lagi nginap di rumah neneknya di Penggilingan, Fay seperti biasa diajak berenang di kompleks Eramas 2000 (d/h Concorde 2000), Pulogebang. Tapi ternyata, kolam renang yang tarif masuknya Rp 7.500 (hari libur, anak & dewasa) tampak disegel dengan garis polisi (police line). Mungkin, polisi sedang menyelidiki kasus mati tenggelam 'kali. Atau malah pembunuhan?

Akhirnya, Ayahnya putar balik cari kolam renang alternatif, karena rencana yang udah dijanjikan sama Fay nggak mungkin dibatalin. Lalu, saya ingat kolam renang langganan sewaktu SMP dulu: di komplek Velodrom (arena balap sepeda) Rawamangun, Jaktim.

Ternyata, waktu ngantri di loket karcis, saya sempet kaget juga. Tiketnya ternyata cuma Rp 2.100 hari libur, dan Rp 1.600 hari biasa! Murah amat. Biasanya kan Rp 7.500, bahkan pernah juga ke kolam renang yang Rp 10.000. Udah gitu, air bilasan, termasuk yang di WC, air hangat lagi.

Kolam renangnya sih nggak berubah, masih seperti dulu. Ada kolam anak-anak, ada juga kolam dewasa yang kedalaman maksimalnya hanya 1,5 meter. Fay seperti biasa memakai pelampung di kedua lengan. Jadi, biar masuk kolam dewasa yang airnya cukup dalam baginya, gak masalah. Ayahnya turun untuk mengawal Fay. Saya sih duduk-duduk aja di tempat penonton.

Ayahnya sempat ngomentar, "dulu waktu ke sini masih anak-anak. Sekarang, udah bawa anak". :D

Fay tampak senang bermain di air, sampai betah berlama-lama. Akhirnya acara renang terpaksa dihentikan setelah ayahnya diingatkan bahwa sekarang pukul 9.00. Soalnya dia harus segera mengapdet berita dari warnet. :D

Setelah berenang, di halaman Velodrom, Fay sempat menghabiskan satu "burger" plus teh botol.

Ternyata, berenang di Velodrom itu murah, meriah dan menyenangkan. Mahalan harga "burger" (Rp 3.000) ketimbang tiket renangnya.

Monday, January 17, 2005

Membaca Dapat Nilai 9

Fay minggu lalu dibagi rapor, yang seharusnya diterima tiga minggu sebelumnya. Ternyata, di rapor sementara itu, nilai pelajaran Membaca, Fay dapat 9. Alhamdulillah. Mungkin dianggapnya Fay sudah lancar membaca. Tapi, pelajaran lainnya, kalau tidak 8, ada 7 dan 6. Fay dapat nilai 6 pada "keterampilan sosial" dan "sikap sosial". Maklum aja. :D

Ini salinan rapor Fay selengkapnya;

Pendidikan Agama Teori 8
Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial:
- Penguasaan Konsep 8
- Keterampilan Sosial 6
- Sikap Sosial 6

Bahasa Indonesia
- Membaca 9
- Menulis 7
- Berbicara 7
- Mendengarkan 6
- Apresiasi Sastra 6

Matematika
- Berhitung/Bilangan 8
- Pengelolaan Data 6

Pengetahuan Alam
- Penguasaan Konsep 8
- Keterampilan 6
- Pengetahuan Alam 7

Kerajinan Tangan dan Kesenian
- Seni Rupa 7
- Seni Musik/Suara 6
- Kerajinan 7

Pendidikan Jasmani
- Permainan dan Olahraga 6
- Pengembangan Diri 7
- Senam 7

Muatan Lokal
- Bahasa Sunda 8

Pengembangan Diri dan Pembiasaan Kedisiplinan & Tanggung Jawab B
Kebersihan dan Kerapihan B
Kerja Sama C
Kesopanan B
Kemandirian B
Kerajinan B
Kejujuran B
Kepemimpinan B
Ketaatan B
Ketidakhadiran:
- Izin 17
- Tanpa keterangan 1

Wednesday, January 12, 2005

Bantuan Itu...

Barusan saya membaca di koran, sepuluh tukang becak anggota Forum Komunikasi Pemilik dan Pengayuh Becak (FKPPB) Kota Depok mendatangi Posko Bantuan Aceh Pemkot Depok, guna menyampaikan bantuan dari para tukang becak, berupa 30 dus air mineral dan mi instan. Saya terharu membacanya.

Lebih mengharukan lagi, mereka menyatakan siap jadi relawan untuk merekonstruksi Kota Banda Aceh dan kota-kota lainnya yang terkena musibah tsunami. Para tukang becak anggota FKPPB --yang kini jumlahnya mencapai 5.000 orang-- itu mengaku, hal ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian mereka bagi saudara-saudara mereka di ujung barat Indonesia itu. Menurut mereka, banyak di antara tukang becak Depok yang memiliki keahlian sebagai tukang bangunan.

Berita lainnya, para pengamen di Surabaya sengaja mengumpulkan uang hasil ngamen mereka sebanyak Rp 100.000 untuk disumbangkan ke Aceh. Lalu, mereka mengamen lagi, terkumpul Rp 600.000, dan disumbangkan lagi ke Aceh.

Tanpa mengecilkan peran para dermawan yang telah menyumbang Aceh bermilyar-milyar rupiah, saya sangat salut pada wong cilik yang masih memikirkan dan sempat menggalang dana atau barang untuk disumbangkan ke daerah yang terkena musibah itu. Bisa dibayangkan, berapa penghasilan seorang tukang becak? Berapa penghasilan seorang pengamen?

Pengorbanan tukang becak dan pengamen itu sungguh luar biasa, sebab --boleh dibilang-- telah "mengorbankan sebagian hidupnya" untuk saudara-saudara sebangsa yang memerlukan bantuan. Saya jadi malu melihat keberanian mereka.

Tuesday, January 11, 2005

Assalamu'alaikum

Fay belakangan ini sering berucap "assalamu'alaikum". Tapi bukan waktu meninggalkan atau sampai di rumah. Juga bukan ketika bertemu orang-orang. Fay mengucapkan salam untuk keselamatan dan kesejahteraan itu, ketika saya berbicara dengan ayahnya di kantor lewat telepon.

Ternyata, kalau Fay sudah bilang "assalamu'alaikum", berarti dia minta pembicaraan segera diakhiri, dan Fay perlu bantuan saya segera. Rupanya, Fay sering mendengar, kalau saya memulai dan mengakhiri pembicaraan lewat telepon, dengan salam itu.

Mudah-mudahan, Fay seterusnya bisa mengerti (dan bisa melakukan) bahwa salam itu diucapkan bukan hanya untuk berbicara di telepon, melainkan untuk maksud-maksud di atas.

Monday, January 10, 2005

Sekolah Lagi

Setelah "libur" selama saya sakit (seminggu), ditambah libur dua minggu setelah pembagian rapor, Fay hari ini mulai sekolah lagi. Tapi, seperti hari terakhir sebelum libur, Fay mogok sekolah.

Dia tidak ngomong, tapi dengan menolak tas sekolahnya diisi buku pelajaran, terus menolak memakai seragam, kami tau, Fay tidak mau sekolah. Entah kenapa. Di sekolah kan tidak diapa-apakan. Maunya dia, memakai baju bagus, lalu jalan-jalan. Padahal, Ahad kemarin Fay udah diajak jalan-jalan. Malah, dibelikan buku "Kevin" (Torey Hayden) segala.

Akhirnya, kami sepakat bersikap tegas. Sambil diomongi, Fay tidak diizinkan memakai baju apa pun selain seragam sekolah. Akhirnya, sambil menangis-nangis, Fay mau juga pakai seragam, dan berangkat sekolah diantar ayahnya. Beberapa saat di sekolah, sewaktu upacara bendera (Fay sendiri di dalam kelas dengan beberapa anak), ayahnya sempat menuggui beberapa saat --biar pun mau berangkat ngantor. Soalnya, seperti pengalaman sebelumnya, Fay histeris dan meminta ke luar kelas waktu itu juga.

Alhamdulillah, di kelas Fay tidak apa-apa. Tak ada pelajaran hari ini. Bu Guru hanya menerangkan tentang kejadian gempa dan tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh dan Sumut. Fay sendiri, boro-boro mendengarkan, malah cuek di mejanya sambil menggambar.:)

Thursday, January 06, 2005

Menulis Daftar

Fay lagi senang menulis daftar. Nggak tanggung-tanggung, dia menulis daftar (kemungkinan) "merek rokok" (entah kenapa, dia seneng memerhatikan deretan rokok di etalase, padahal ayahnya tidak merokok), daftar "partai politik" dan daftar "produk yang diiklankan di televisi".

Daftar ini ditulisnya di buku catatan. Ini dia salinan dari Fay tulisan apa adanya;

LM, 159, Rindkang, Gurun, 333, A Mild, Marlboro, Mapolo, Fitra, Bentoel, 309, Poki, Prinsip.

PNI, PBSD, PBB, P Mereka, PPP, PDK, PIB, PNBK, PD, PKP, PDI, PBNU, PAN, PKPB, PKB, PKS, PBR, PDI-P, PDS, PCK, PPP, PSI, PPD, PP.

Venice, Meco, Viva, Rita, Kenanga, Nivea, Purteri, Eskulin, B & B, Biore, Skin White, Pond's, Axe, AXL, Lorveal, Ovale, Do Re Mi.

Ada yang lucu? Ketawa aja!

Wednesday, January 05, 2005

Beres-beres Kasur

Fay hari ini bikin kejutan. Selagi saya tinggal mandi, ternyata dia membereskan sprei kasur dan merapikan bantal-guling di atasnya. Mulanya, saya hampir tak percaya. Pasalnya, tak seperti biasanya Fay bisa melakukan pekerjaan terbilang sulit ini. Ternyata, diam-diam, ia memerhatikan kalau ibunya lagi membereskan kasur --yang seringkali diacak-acaknya. Ketika saya puji, Fay malah asyik membereskan baju-bajunya.

Sebelumnya, Fay menulis "daftar" di sticker untuk label disket dari ayahnya. Mau tau isi daftarnya?
kiamat yang
kevin
sheila
murid istimewa
qanita mizan

Tuesday, January 04, 2005

Merajuk

Lazimnya, anak-anak merajuk kalau ingin mainan atau makanan kesukaan. Tapi Fay, Ahad kemarin merajuk minta dibelikan buku karangan Torey Hayden. Sewaktu ke Toko Buku Gunung Agung di Plaza Depok, kami melihat koleksi lengkap buku karya pengarang sekaligus terapis Amerika itu. Tanpa disangka, Fay mengambil tiga di antaranya. "Qanita, qanita," katanya, menyebut penerbit buku seharga Rp 40-an ribu itu sebagaimana tertera di cover buku. Ternyata, dua di antara buku itu belum kami miliki (kecuali satu, Fay mungkin nggak ngeh, karena buku itu masih di rumah ibu saya di Pelabuhan Ratu).

Karena kami tak menganggarkan membeli buku bulan ini (untuk menyebut tidak punya uang :P), terpaksa kami tolak permintaannya. Meski saya terus terang ingin sekali melengkapi koleksi buku-buku Hayden. Fay tak kenal penolakan maupun excuse apa pun. Jadi, sepanjang sore itu, Fay terus merajuk minta buku itu.

Ternyata, tadi siang sepulang dari tempat terapi, Fay kembali teringat buku itu. Kali ini, Fay menyebut pengarangnya. "Torey Hayden, Torey Hayden," katanya. Hasilnya tetap sama, tidak saya kabulkan. Sabar ya Fay sampai bulan depan (insya Allah).

Monday, January 03, 2005

Selamat Semua

Alhamdulillah, ketika kami berkunjung ke rumah uwaknya Fay, Uwak Cut, tampak suasana ceria di rumah itu. Pasalnya, semua saudara kandung Uwak Cut yang tinggal di Nanggroe Aceh Darussalam, selamat. Tapi, Nek Nyak, ibunya Uwak Cut tampak sedih, karena beberapa saudaranya hilang dibawa gelombang. Ada pula yang sudah ditemukan jenazahnya.

Kebetulan, saat kami di sana, berdering telepon dari Medan, dari Om Pun Ari, adiknya Uwak Cut. Selama hampir setengah jam, ia menceritakan "petualangannya" di Banda Aceh, sewaktu ia berada di sana pada hari kejadian tsunami menyerang (Ahad, 26 Desember 2004).

Om Pun Ari bersyukur, karena sewaktu bersama kawannya mengurus masalah usaha bijih plastiknya, tidak jadi menginap di rumah mertua kawannya yang berada tak jauh dari pantai Banda Aceh. Tapi, ia menginap di Lamprit, yang relatif aman, meski terjangan air sampai juga ke tempat itu. Sewaktu air menerjang, Om Pun Ari aman di lantai 2 rumah berbahan beton itu.

Menurut Om Pun Ari kepada Uwak Cut lewat telepon, "di kejauhan tampak ombak bergulung, seperti jari tangan mencengkram apa saja yang berada di bawahnya!" Hiii ngeri ya? Naudzubillahi min dzalik.

Semua Dijahit

Setelah "belajar" (tepatnya, memaksa melakukan) menyetrika dengan setrika panas, Fay kini belajar menjahit. Yang jadi sasaran pertama adalah celana pendek ayahnya. Saku-sakunya yang memakai tutup, semuanya dijahitnya, sampai tidak bisa dibuka lagi.

Tapi ayahnya bilang, "biarkan saja", ketimbang bermain-main (terus, sepanjang hari) dengan setrika panas. Tapi, bahaya juga sih. Soalnya jarum jahit kan tajam. Akhirnya, selama dia menjahit, saya memerhatikannya dengan seksama.